Kampus dapat menangkal tindakan radikalisme

27/05/2011 16:47

Maraknya tindakan radikal yang menjurus ke tindakan kekerasan akhir-akhir ini turut menyeret peranan lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Kampus telah menjadi target untuk merekrut mahasiswa ikut dalam gerakan radikal tersebut. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menilai tumbuhnya nilai-nilai radikalisme di lingkungan perguruan tinggi karena adanya ruang kosong di kampus. "Rumus umumnya itu, kalau kita punya lahan, dan kita biarkan, maka nanti lahan itu akan diisi orang. Pemikiran ataupun aktivitas yang ada di kampus, kalau tidak terisi, akan diisi oleh yang lain,"  ujar Menteri Nuh.

 

Menteri Nuh mengatakan, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menghindari munculnya aliran radikalisme di lingkungan kampus. Pertama, tidak memberikan ruang kosong untuk kegiatan-kegiatan yang mengarah ke radikalisasi. "Semua ruang yang ada di institusi pendidikan harus diisi. Mulai dari ruang kegiatan sampai dengan ruang pemikiran," ujarnya. Bentuk kegiatannya bisa bermacam-macam, misalnya dengan bakti sosial, merakit robot, atau mengadakan diskusi-diskusi pemikiran yang jauh dari pemikiran radikal.

Cara kedua, kampus harus bisa menyiapkan kemampuan untuk mengantisipasi masuknya pemikiran radikal ke dalam kampus. "Caranya, proses pembelajaran dan materi pembelajaran harus dipastikan memiliki kemampuan untuk mengantisipasi atau menolak kalau ada pemikiran-pemikiran yang tidak benar," ucap Mendiknas.

Menteri Nuh menilai, isu adanya gerakan radikal dengan niat mendirikan negara berbasis agama, memiliki dua kandungan pemikiran. Pertama, pemikiran yang terkait dengan kenegaraan. Indonesia adalah negara demokrasi yang menganut empat pilar, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers. Alasan munculnya keinginan mendirikan negara berbasis agama di Indonesia adalah karena tidak sejalan dengan prinsip empat pilar itu. "Karena itu mata pelajaran yang terkait dengan kenegaraan, misalnya PPKn, Kewarganegaraan, harus lebih dikembangkan, ditanamkan lagi, diinternalisasi kepada peserta didik," ujarnya.

Kemudian kandungan pemikiran yang kedua adalah ajaran radikalisme itu sendiri. Menurut Mendiknas, ada tiga hal yang menyebabkan seseorang bisa menjadi radikal atau tidak. Pertama, faktor kondisi, misalnya kemiskinan atau ketidakadilan; kedua, kurangnya pemahaman; dan ketiga, terkait dengan institusi dan organisasi. "Begitu ada organisasi yang memang arahnya menanamkan nilai-nilai radikalitas, harus segera dibuat klarifikasinya, penjelasan, dan dilakukan pendekatan supaya tidak melakukan ajaran itu."

 

Kemdiknas menyatakan telah berkomunikasi dengan para pemimpin perguruan tinggi untuk membicarakan isu ini. Diharapkan, pengawasan terhadap ruang-ruang atau kegiatan di kampus dapat dilakukan dengan baik. Kemdiknas juga telah mengkaji ukang kurikulum di perguruan tinggi. Kurikulum harus sesuai dengan konteks pendidikan berbasis karakter, khususnya karakter kebangsaan. "Seseorang kalau sudah paham karakter kebangsaan, dia tidak akan mengubah pilar bangsa menjadi pilar XYZ," ucapnya. (lian)

 

sumber : kemendiknas

Materi Kuliah

Pencarian dengan StraitMAXMIN (Best CASE)

14/01/2013 18:57

Pencarian dengan BINARY SEARCH

10/01/2013 19:44

Teknik Sorting (Quick Sort)

02/01/2013 15:07

Teknik Sorting (Buble Sort)

12/12/2011 16:27

Teknik Sorting (Selection Sort)

10/12/2011 16:14

Game Logika (pert-2)

27/09/2011 20:04

Game Logika (part-1)

27/09/2011 19:10

Struktur Dasar Algoritma

01/02/2011 10:54

Apakah Algoritma itu...?

01/02/2011 09:21